Webinar PIJAR MANKEU SERI#27

Webinar PIJAR MANKEU kembali hadir menyapa para pemerhati keuangan negara pada hari ini, Selasa 23 Maret 2021. Mengambil tema "Potensi CWLS Sebagai Instrumen Quasi Sovereign Untuk Pengembangan Investasi Sosial di Indonesia", webinar kali ini menghadirkan Direktur Pembiayaan Syariah, DJPPR, Ibu Dwi Irianti Hadiningdyah sebagai keynote speaker dan Kasubdit Pengelolaan Proyek dan Aset SBSN, DJPPR, Bapak Agus Prasetya Laksono.
Dalam sambutan yang sekaligus membuka webinar, Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PKN STAN, Bapak Akhmad Priharjanto menyebutkan dampak dari pandemi Covid-19 menerpa banyak sektor, termasuk sektor pemerintahan. "Banyak usaha ditengah pandemi ini yang mengalami penurunan omzet sehingga berpengaruh pada penerimaan pajak", ungkapnya. Oleh karena itu, Ia menambahkan, salah satu cara pemerintah untuk membiayai program-program pemerintah yaitu melalui pembiayaan, salah satunya melalui sukuk. Bagi masyarakat, sukuk juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai instrumen investasi. Melalui webinar ini, Bapak Ahmad mengharapkan agar pemahaman peserta mengenai Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) menjadi bertambah dan dapat menyebarkan informasi kepada masyarakat luas.
Sukuk sendiri telah mendapatkan sambutan yang baik dari para investor baik internasional maupun domestik. Dalam keynote speech yang disampaikan, Direktur Pembiayaan Syariah, DJPPR, Ibu Dwi Irianti Hadiningdyah menyampaikan tentang berbagai prestasi yang telah dicapai oleh sukuk. "Sampai saat ini sukuk telah mendapat 43 penghargaan internasional", ungkapnya. Indonesia juga telah menjadi negara penerbit Green Sukuk terbesar di dunia. Mengimbangi apresiasi yang luar biasa dari investor internasional, maka pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan partisipasi investor dalam negeri salah satunya dengan menerbitkan Sukuk Ritel.
Terkait Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), Ibu Dwi menjelaskan bahwa isu terkait hal ini menjadi perhatian setelah Presiden meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) awal tahun ini. Isu yang beredar di masyarakat terkait CWLS yaitu bahwa pemerintah akan mengambil dana wakaf untuk pembiayaan proyek-proyek pemerintahan. "Ini salah paham yang sangat luar biasa", ungkapnya. Tujuan utama penerbitan CWLS, tambahnya, bukan untuk membiayai APBN, tapi pemerintah tergerak untuk mendukung dan memberdayakan wakaf di masyarakat melalui BWI. Masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang CWLS merupakan tantangan yang perlu dihadapi dan diselesaikan agar respons masyarakat terhadap CWLS meningkat.
Mengawali pemaparannya, Kasubdit Pengelolaan Proyek dan Aset SBSN, DJPPR, Bapak Agus Prasetya Laksono menyampaikan tentang perkembangan dan pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Sukuk Negara/SBSN merupakan instrumen keuangan syariah sebagai salah satu sumber pembiayaan APBN dengan kontribusi yang semakin meningkat melalui pengembangan berbagai instrumen dan pendalaman pasar. Kegiatannya meliputi Pemenuhan pembiayaan APBN melalui Penerbitan SBSN/Sukuk Negara, Pembiayaan Proyek Infrastruktur melalui SBSN (Sukuk Proyek), dan Pengembangan Pasar SBSN.
Terkait CWLS, Bapak Agus menyebutkan bahwa Cash Waqf Linked Sukuk adalah investasi wakaf uang pada sukuk negara yang imbalannya disalurkan oleh Nazhir (pengelola dana dan kegiatan wakaf) untuk membiayai proyek/program sosial dan pemberdayaan ekonomi umat. "Jadi secara sederhana, CWLS adalah istrumen keuangan berbasis wakaf uang" jelasnya. Wakaf uang ini bukan hal baru, bahkan fatwa mui ini terbit sebelum peraturan perundangan terkait diundangkan "Pengembangan wakaf uang ini merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat" ungkapnya.
Ditinjau dari risiko, bila salah kelola maka pokok wakafnya akan hilang. Oleh karena itu, tambahnya, perlu instrumen yang menjamin supaya pokok wakaf tidak akan hilang. Platform CWLS ini mencoba memperbaiki tata kelola wakaf uang sehingga terintegrasi untuk memberikan jaminan keamanan bagi semua pihak yang terlibat. Pemaparan ditutup dengan tantangan terkait CWLS, yaitu di sisi tata kelola, terbatasnya literasi masyarakat terkait wakaf, di sisi kelembagaan, dan adanya risiko reputasi pemerintah.